JAMBI – Antrean panjang kendaraan di SPUB membeli solar sudah berlangsung cukup lama. Namun, akar masalah yang menyebabkan terjadi kelangkaan atau kekurangan solar bersubsidi di hampir semua SPBU di Provinsi Jambi belum terungkap.
Forum Kewaspadaan Dini Masayarakat (FKDM) Provinsi Jambi menduga kelangkaan atau kekurangan BBM solar bersubsidi tersebut karena terjadi kebocoran dijual ke industri besar. Seperti industri kelapa sawit dan pertambangan.
Dugaan FKDM ini merujuk kepada pernyataan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR, Senin, 28 Maret 2022.
Bos pertamina itu menyatakan Pertamina bekerja sama dengan pihak kepolisian mencermati dugaan pelanggaran penyaluran BBM solar bersubsidi di tingkat SPBU. Berdasarkan penyisiran di lapangan, Pertamina menemukan bahan bakar ini dijual bocor ke industri besar, seperti kelapa sawit dan pertambangan.
Ketua FKDM Provinsi Jambi Sigit Eko Yuwono mengatakan, kebocoran yang disampaikan bos Pertamina itu bukan tidak mungkin terjadi di Jambi. Sebab, di daerah ini banyak beroperasi industri kelapa sawit dan pertambangan.
Sigit meminta Polda Jambi segera memanggil pihak terkait untuk menyelidiki dugaan kebocoran penjualan solar subsidi tersebut.
“Kita mendesak Polda Jambi meminta keterangan Pertamina, Hiswana Migas, Tim Pengawasan Penyaluran BBM Prov Jambi, pemilik SPBU, industri pengguna BBM solar non subsidi dan pemilik perusahaan transportir BBM untuk memastikan kecukupan kuota. Dengan begitu bisa diketahui apakah terjadi penyalahgunaan atau kebocoran solar bersubsidi atau tidak,’’ katanya.
Sigit juga menyarankan Pemrov Jambi bekerjasama dengan Pertamina mendata dan menghitung ulang kebutuhan BBM Solar non subsidi untuk industri di Prov Jambi. Termasuk kebutuhan untuk truk angkutan batubara yang jumlahnya hampir 6.000 unit.
Seharusnya, lanjut Sigit, kebutuhan BBM untuk truk angkutan batubara dan CPO dibuat kontrak dan dipasok langsung dari Pertamina ke mulut tambang batubara, perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pabrik CPO.
Sehingga truk-truk transportir batubara, kelapa sawit dan CPO tidak lagi membeli BBM solar di SPBU. Sehingga kebutuhan BBM solar subsidi untuk masyarakat tidak terganggu dan tidak terjadi antrian dan kemacetan di sekitar SPBU. Terutama dii Kota Jambi.
‘’ Jika masalah ini tidak segera diatasi dan dicarikan solusi, kita khawatir akan terjadi gejolak di tengah masyarakat. Sekarang sudah banyak masyarakat yang mengeluh. Baik pemilik kendaraan pribadi maupun pengguna jalan yang merasa terganggu oleh antrean truk truk yang menunggu giliran mengisi solar di SPBU,’’ pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan perseroan akan menindak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang menjual solar bersubsidi ke industri besar. Kebocoran ini menyebabkan penyaluran bahan bakar bersubsidi tak tepat sasaran.
“Sanksi pertama, kami tidak suplai lagi BBM bersubsidi. Sanksi lebih berat lagi (kami akan) tutup,” tutur Nicke dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR, Senin, 28 Maret 2022 dilansir dari Tempo.co.
Menurut dia, Pertamina bekerja sama dengan pihak kepolisian mencermati dugaan pelanggaran penyaluran BBM solar bersubsidi di tingkat SPBU. Berdasarkan penyisiran di lapangan, Pertamina menemukan bahan bakar ini dijual bocor ke industri besar, seperti kelapa sawit dan pertambangan.
Padahal sesuai Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021, subsidi diperuntukkan bagi angkutan retail, seperti UMKM dan produk pertanian. Jumlah solar bersubsidi sesuai kuota mencapai 14 juta kiloliter atau 93 persen dari total stok yang dikeluarkan Pertamina.
“Komposisi untuk retail paling besar. Pengangkutan barang-barang UMKM, petani, 14 juta kiloliter. Sedangkan untuk industri 0,9 juta (kiloliter). Tapi yang terjadi mixed up. Ini yang diperlukan, harus ada detail (aturan) agar menjadi referensi untuk pelaksanaan di lapangan,” tutur Nicke.
Untuk mengantisipasi kebocoran tersebut, Pertamina memantau data penjualan BBM subsidi melalui aplikasi khusus SPBU. Perusahaan minyak negara juga mengadakan focus group discussion (FGD) untuk mengkoordinasikan kebijakan di tiap wilayah.(*)
Discussion about this post