PATUNAS.CO.ID,- Politisi Partai Golkar Provinsi Jambi, Joni Ismed SE, yang juga anggota DPRD Kota Jambi, menilai Sistem Proporsioanal Tertutup akan mencuri hak Demokrasi masyarakat di Indonesia. Khususnya di Provinsi Jambi.
Proporsioanal Tertutup akan menjauhkan pemilih dengan caleg yang dipilihnya.
Alasannya, Joni Ismed mengungkapkan, tren masyarakat sekarang lebih mengingingkan kedekatan dengan tokoh yang mewakili mereka.
“Tidak hanya saat pemilihan namun juga setelahnya, yaitu saat menjabat sebagai anggota dewan,” kata Joni Ismed.
Mereka yang sudah terpilih, ada kewajiban untuk melayani daerah yang diwakili. Sehingga, masyarakat lebih cenderung memilih calon yang memiliki rekam jejak pengabdian pada masyarakat.
Kedekatan tersebut memungkinkan terjadi jika pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka. Sedangkan dalam situasi seperti sekarang, partai dituntut kerja keras soal kaderisasi, agar bisa menang dalam Pemilu 2024 nanti.
“Untuk itu partai harus terus berupaya memperbaiki rekrutmen sehingga menghasilkan kader yang berintegritas,” katanya.
Joni Ismed mengakui, ada kelemahan dan kekurangan pada sistem proporsional terbuka. Hal ini harus menjadi lecutan semangat bagi partai politik, penyelenggara pemilu, serta pemerintah untuk terus menyempurnakan sistem.
“Pemilih lebih mengenal calon legislatifnya kalau dilakukan dengan sistem proporsional terbuka. Karena masing-masing caleg akan berkompetisi secara terbuka dan berusaha untuk mendapatkan hati para pemilih,” kata Joni Ismed.
Pada sistem proporsional terbuka, lanjut dia, partai politik (parpol) juga diberikan keleluasaan penuh untuk melakukan perekrutan hingga mengusulkan calegnya.
Joni menilai, bahwa sedianya semua caleg yang diusulkan oleh parpol adalah memang yang sudah dipersiapkan untuk menjadi wakilnya di legislatif.
“Tidak ada alasan bagi partai mendorong sistem proporsional tertutup. Karena ingin penguatan partai dan menentukan kadernya yang mewakili di legislatif,” tuturnya.
Untuk itu, sambung Joni, sistem proporsional terbuka sudah sangat tepat untuk tetap dipertahankan pada Pemilu 2024 mendatang.
Ia menilai apabila sistem proporsional tertutup kembali diterapkan dalam pemilu. Justru suatu langkah kemunduran.
“Saya sangat berharap Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak judicial review mengenai pengaturan sistem pemilihan legislatif yang terdapat dalam UU Pemilu,” ujarnya.
Dengan tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka, ia pun mengajak parpol menggencarkan pendidikan politik kepada pemilih guna mencegah potensi terjadinya transaksi transaksi politik uang (money politics) dalam pemilu.
“Dan para anggota DPR RI membuat UU yang mengatur sistem kampanye yang memperkecil peluang transaksional dengan pemilihnya,” katanya.
Sistem Proporsional Tertutup merupakan kemunduran dalam kedewasaan berdemokrasi. Publik kehilangan keterwakilannya, dan partai memiliki otorisasi menentukan anggota legislatif berdasarkan kehendak pimpinan partainya. Sehingga oligarki politik akan tumbuh dengan kuat dalam sistem proporsional tertutup. (muz)
Discussion about this post