Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
Tulisan ini tidak bermaksud mereka salah, apalagi saya yang benar, tapi apa yang saya tulis bagian dari sebuah renungan, bagaimana kita memahami sebuah nasionalisme kemerdekaan. Melihat patriotisme yang lebih nyata.
Tahun ini saat genap 77 tahun usia kemerdekaan Indonesia, ada hal yang menarik perhatian saya, salah satunya tentang kirab bendera merah putih yang dilakukan pemerintah kabupaten Bungo.
Ya tahun ini Pemerintah Kabupaten Bungo memang menggelar kirab Bendera merah putih sepanjang 2.500 meter yang dibawa keliling kota Muara Bungo.
Katanya, Kirab ini sebagai bentuk rasa kebanggaan menyongsong perayaan hari kemerdekaan republik Indonesia ke-77 tahun. Selain dari pemerintah kabupaten Bungo, kirab juga diikuti seluruh stakeholder, dan seluruh elemen masyarakat.
Padahal, yang namabendera merah putih memiliki ukuran yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan.
Pengaturan ukuran bendera merah putih telah ditentukan oleh pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam undang-undang tersebut memuat tentang pengaturan bendera merah putih termasuk ketentuan ukuran bendera merah putih.
Berdasarkan Pasal 4 disebutkan bahwa ketentuan bendera negara Indonesia atau bendera merah putih adalah berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang. Dari sini jelas, jika sudah mencapai panjang 2.5 Kilometer bukan sebuah bendera lagi. Tapi, sebuah hedonisme kemerdekaan ditengah keterbatasan nasionalisme dan patriotisme itu sendiri.
Tak hanya itu, ada juga pemberian 10 juta bendera yang digagas Kemendagri diseluruh daerah tanah air. Kesbang Pol Provinsi Jambi sendiri kemarin (13/8) membagikan 10 ribu bendera kepada warga.
Gerakan Pembagian 10 Juta Bendera Merah Putih diyakini menjadi upaya yang baik dalam meningkatkan patriotisme dan nasionalisme masyarakat di seluruh Indonesia.
Pertanyaanya, apakah nasionalisme dan patriotisme selaras dengan banyaknya jumlah bendera, hingga sampai 10 juta.
Pada saat perayaan 17 Agustus tiap tahun, rasa nasionalisme dan patriotisme dapat dengan dijumpai dalam ritual-ritual sosial yang bersifat massal, seperti kegitan lomba panjat pinang, balap karung, dan makan krupuk.
Bendera Merah Putih dipasang di mana-mana untuk menunjukkan simbol lekat keindonesiaan. Cinta penuh gembira ala kerumunan massa.
Menyikapi fenomena ini saya teringat istilah nasionalisme dangkal yang mengacu pada representasi sehari-hari bangsa yang membangun rasa nasionalisme bersama di antara manusia, rasa kesukuan melalui identitas nasional. Nasionalisme dangkal sering diciptakan melalui lembaga negara seperti sekolah. Ini dapat berkontribusi pada proses pembangunan bangsa dari bawah ke atas. Contoh nasionalisme dangkal termasuk penggunaan bendera dalam konteks sehari-hari, acara olahraga, lagu nasional, simbol uang.
Istilah ini berasal dari akademisi Inggris, buku Michael Billig tahun 1995 dengan judul yang sama dan dimaksudkan untuk dipahami secara kritis. Billig merancang konsep ‘nasionalisme dangkal’ untuk menyoroti cara-cara rutin dan sering tidak disadari bahwa negara-bangsa yang mapan direproduksi dari hari ke hari.
Referensi halus untuk bangsa seperti ini bisa menjadi contoh nasionalisme dangkal, menanamkan rasa bangga melalui barang-barang sehari-hari tanpa pernyataan cinta tanah air secara terbuka.
Dua perayaan adu panjang merah putih dan jutaan bendera adalah salah satu bentuk paling jelas dari nasionalisme dangkal.
Dalam hal ini saya melihat fenomena cinta palsu. Setiap hari lantang menggelorakan cinta NKRI, setia Pancasila, pro-kebinekaan, dan idiom-idiom kebangsaan lainnya yang merah menyala. Pada saat yang sama menyelinap ke seluruh relung negeri mengejar keuntungan diri secara politik, ekonomi, dan akses pamrih lainnya tanpa rasa kenyang.
Di antara mereka haus proyek dan segala akses kuasa untuk menguras bumi, alam, kekayaan, dan hajat hidup rakyat Indonesia. Klaimnya cinta Indonesia, tetapi kenyataannya memperdaya dan menyandera Indonesia.
Padahal banyak kelompok yang bekerja subtansi, tidak suka gembar-gembor menyuarakan NKRI aku cinta Indonesia kecuali sesekali ketika dipandang perlu untuk berkata-kata.
Tetapi, bakti dan pengorbanannya luar biasa untuk merawat dan memajukan Indonesia. Mereka bekerja gigih untuk rakyat tanpa pamrih memajukan Indonesia.
Atau bisa juga kita bandingkan dengan mereka yang menjadi sukarelawan membantu saudaranya yang terkena musibah banjir, gempa bumi, tsunami, dan bencana alam lainnya, bahkan dengan taruhan nyawa. Mereka berkhidmat di sudut-sudut negeri dalam ruang sunyi tanpa publikasi dan retorika sarat citra.
Nasionalisme adalah paham untuk menumbuhkan rasa cinta Tanah Air. Tujuan nasionalisme memberi identitas suatu bangsa dan menghilangkan tuntutan berlebihan.
Arti luas nasionalisme, menjelaskan rasa cinta dan bangga pada tanah air, tanpa memandang rendah bangsa lain.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri.
Pengertian lain, nasionalisme adalah kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang potensial dan aktual untuk mempertahankan, mengabadikan, dan kemakmuran semangat kebangsaan.
Nasionalisme secara luas dipengaruhi oleh paham-paham dari eropa seperti liberalisme, humanisme dan juga materialisme.
Secara umum, tujuan nasionalisme adalah memberi identitas suatu bangsa. Sehingga konsep nasionalisme ini menghasilkan semangat rela berkorban, memilih memakai produk dalam negeri, contohnya memakai batik, bangga sebagai warga negara Indonesia, menjaga nama baik negara, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan lainya sebagainya.
Terlepas dari semuanya tadi, jika bicara nasionalisme, selain Bendera merah putih, simbol nasional Indonesia yang paling mudah teringat oleh saya adalah Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa sehari-hari, sedari kecil rakyat dari Sabang sampai Merauke harus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, Bahasa Indonesia merupakan simbol nasional yang paling pertama dan paling mudah teringat.
Selain itu, menurut simbol yang paling mudah cepat teringat buat saya ialah Burung Garuda. Karena Garuda digunakan sebagai lambang negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa besar dan negara yang kuat.
Tentu saja, simbol yang paling mudah diingat adalah Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya karena setiap kali upacara hal itu diperdengarkan dan di event-event penting mengenai keragaman Indonesia seperti seminar, Doa bersama untuk Indonesia, 17 Agustusan, dan masih banyak event dimana lagu Indonesia Raya diperdengarkan. Dengan mendengar lagu Indonesia Raya membuat hati dan pikiran, kita adalah bagian dari Indonesia dan sama-sama berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut. Dirgahayu Kemerdekaan ke 77, Pertahankan Indonesia Raya. ****Penils adalah Pengamat, pengajar, peneliti dan seorang anak negeri yang mencintai NKRI****
Discussion about this post