JAMBI – Pemerintah Kota Jambi diminta berhati – hati dalan mengartikan Undang – Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, jangan sampai membebani rakyat.
Masalah pajak dan retribusi kita bicara dampak, ada dua perspektif mata pisau yang kita lihat dari sisi positif dan negatif. Karena pengaturan sejumlah tarif pajak dan retribusi daerah (PDRD) ini juga berpotensi menimbulkan beban ekonomi terhadap dunia usaha dan atau masyarakat yang ekonomi atau usahanya belum baik.
Penilaian ini disampaikan pengamat ekonomi kenamaan Provinsi Jambi Dr. Noviardi Ferzi terhadap Ranperda tentang Pajak dan Retribusi Daerah ketika diwawancarai Via telp di Jambi (14/2) kemarin.
Akademisi ini mengaku miris melihat melihat rencana Walikota Jambi. Saat ekonomi baru pulih karena pandemi Covid-19, pemerintah kota malah meningkatkan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) di tahun 2022. Ditengah angka kemiskinan dan pengangguran meningkat di Kota Jambi.
“Angka PAD ini yang ditetapkan Rp318 miliar, ini bukan sebatas angka dalam rencana, atau masalah capaian, tapi juga juga menyangkut beban ekonomi masyarakat, kemiskinan tinggi, pengangguran meningkat, dimana nurani walikota,” tanyanya.
Menurutnya, peningkatan target dalam APBD adalah hal yang lumrah, karena Pendapatan dan belanja harus dinamis seiring pertumbuhan ekonomi, angka inflasi dan hal – hal makro yang menjadi asumsi penyusunan APBD.
Namun di Kota Jambi hal ini menjadi tidak biasa, ketika peningkatan yang dilakukan berbasis intensifikasi, menambah objek pajak dan retribusi, menyasar masyarakat yang belum tentu mampu. Kebijakan ini ibarat pisau bermata dua, menambah income bagi pemkot tapi membebabi masyarakat.
“Sebenarnya dengan UU yang baru, Pemkot bisa melakukan ektensifikasi basis pajak, karena ada yang dulu kesewenangan provinsi diserahkan ke kota, maka perluasan ini yang perlu di optimalkan, jangan menekan masyarakat dengan intensifikasi, lihat dulu masyarakat mampu atau belum,” tegasnya.
Untuk itu Noviardi mengatakan pemerintah daerah harus hati – hati melakukan penyesuaian terhadap keuangan daerah akan UU Nomor 1 tahun 2022 ini, karena jangan sampai membebani masyarakat dengan tarif pajak dan retribusi yang baru dan meningkat, ingat ekonomi masyarakat baru recovery selama Pandemi, ” ungkapnya.
Selanjutnya Noviardi mengatakan Pemkot memang berkewajiban mengimplementasi UU tersebut, mengumpulkan Pajak dan Retribusi, agar ada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun dengan philospy keadilan.
“Pajak dan retribusi harus didahului regulasi yang adil, jangan adil menurut kaca mata satu pihak serta harus dilakukan komunikasi yang baik. Dalam hal ini penting penetapan objek pajak harus diawasi, jangan suka – suka penguasa, harus ada indikator dan tolok ukurnya, sejauh mana kemampuan objek pajak, jangan warga mampu dipaksakan,” jelasnya.
Karena dalam hal PAD hal yang terpenting adalah menata sistem penerimaan pajak dan retribusi. Sistem tersebut memudahkan masyarakat untuk memantau, jangan ada pajak dan retribusi yang dibayar malah dimanfaatkan oknum untuk keuntungan pribadi dan kelompok. Kasihan objek pajaknya. (*)
Discussion about this post