JAMBI – Pertumbuhan ekonomi Kota Jambi sebesar 3,94 % ditahun 2021 dinilai sebagai pertumbuhan semu. Pasalnya, meski sedikit berhasil menjauhkan kota dari resesi, lonjakan pertumbuhan secara tahunan (yoy) ini belum mampu mendorong kegiatan ekonomi masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan, penghasilan apalagi lepas dari kemiskinan, normal seperti sebelum pandemi Covid-19.
Analisis ini disampaikan Pengamat Ekonomi Jambi Dr. Noviardi Ferzi yang mengatakan pertumbuhan yang kembali positif secara tahunan itu tidak lantas menandai ekonomi Kota Jambi kembali ke level normal.
Dalam analisanya, Noviardi membandingkan pertumbuhan Kota Jambi tahun 2015 – 2021. Hasilnya, jika dibandingkan dengan capaian rata-rata pertumbuhan justru mengalami penurunan.
” Merujuk data BPS, sejak tahun 2015 – 2020 pertumbuhan ekonomi Kota Jambi rata-rata sebesar 7,15 %. Di tahun 2015, tercatat sebesar 6,66 %, kemudian tahun 2016 menjadi 6,97 %, tahun 2017 meningkat menjadi 7,05 %. Di tahun 2018 kembali meningkat menjadi 8,50 % dan pada tahun 2019 turun menjadi 8,17% dan di 2020 anjlok menjadi -3,28 %, ” ungkapnya saat diskusi dengan awak media di Jambi (15/4/22) semalam.
Angka ini menurutnya, menunjukkan pertumbuhan sebesar 3, 94 % tahun 2021 tidak sebanding dengan pertumbuhan tahun – tahun sebelumnya. Karena tidak sebanding, maka pertumbuhan ini tergolong semu.
Tidak hanya masalah pertumbuhan, Noviardi juga menilai mobilitas masyarakat meski telah mendekati ke level normal atau level sebelum pandemi Covid-19. Namun, secara pendapatan masyarakat belum recovery, kemiskinan tinggi, orang menganggur banyak.
“Aktivitas mssyarakat masih belum cukup normal. Lalu, masih ada ketakutan akan fase lanjutan pandemi, dan sebagainya. Ini yang memang saya rasa masih membuat perekonomian kita masih tumbuh terbatas,” tuturnya.
Akibatnya, akademisi ini mengingatkan kemiskinan di kota Jambi adalah ketidakberdayaan seseorang untuk melampaui garis kebutuhan yang ditetapkan, sementara kebutuhan diidentifikasikan dengan kontras dengan tingkat gaji satu kelompok dibandingkan dengan kelompok yang berbeda.
Karena menurut bank dunia, kata Noviardi, salah alasan indikator ekonomi semu banyak masyarakat tidak memiliki gaji dan sumber daya untuk mengatasi masalah mendasar seperti sandang, pangan, tempat tinggal dan tingkat kesejahteraan dan pendidikan yang berkualitas.
” Pemerintah kota harus faham persoalan kemiskinan penduduk tidak mungkin terlepas dari masalah pengangguran, pelatihan, kesejahteraan dan berbagai masalah yang secara tegas diidentifikasi dengan masalah kemiskinan penduduk, jadi jangan gagah – gagahan dengan data pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Di sisi lain, pertumbuhan yang semu juga merujuk pada tantangan yang berpotensi akan dihadapi ekonomi di paruh kedua 2022, untuk meningkatkan laju vaksinasi booster Covid-19 dan penyebaran varian baru. Ini menjadi tantangan termasuk di Kota Jambi.(*)
Discussion about this post