JAMBI – Pengamat Ekonomi Dr. Noviardi Ferzi menilai pengelolaan anggaran Kota Jambi tidak cukup menumbuhkan perekonomian masyarakat Kota Jambi.
Menurut analis big data ekonomi ini, masalah pengangguran di Kota Jambi bisa teratasi apabila Pemerintah Kota mengarahkan belanja daerah untuk kegiatan yang bisa memberikan efek berantai guna membangun ekonomi yang kian terpuruk.
“Karena ada masalah pengangguran, maka belanja Pemkot Jambi perlu diarahkan untuk hal-hal yang memiliki multiplayer effect tinggi untuk membantu memacu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan di masyarakat,” ungkap aktivis mahasiswa UNJA era Reformasi 98 tersebut.
Dalam hal ini Noviardi mengatakan, belanja Pemkot memiliki peran penting menggerakkan ekonomi di masa pandemi. Hanya saja akibat masalah ini dianggap tak prioritas oleh Walikota sehingga dampaknya bisa dirasakan hari ini.
Misalnya saja, belanja modal konstruksi atau pembangunan infrastruktur padat karya yang bisa menyerap tenaga kerja dan menghidupi rantai pemasok konstruksi. Selama ini ada program infrastruktur secara padat karya di Kota, namun masih kalah jauh dari infrastruktur yang bukan padat karya.
“Namun sayang, sebagian besar belanja Kota didominasi oleh belanja operasional. Dari APBD Kota Jambi 2021 sekitar Rp 1.961 triliun, belanja modal hanya sekitar Rp 564 triliun, sedangkan belanja operasional 1, 386 triliun,” ungkap Noviardi.
Selanjutnya Noviardi menambahkan, Belanja pemerintah Kota tahun 2021 meningkat 132 miliar atau 7, 26 persen dari belanja tahun 2020 yang sebesar 1,828 triliun. Namun, sayangnya terjadi anomali ketika peningkatan belanja ini tak membuat angka pengangguran menurun, malah meningkat. Artinya, ada kebijakan dan program yang keliru dari Walikota.
“Terdapat anomali, belanja meningkat tapi pengangguran bertambah, ada desain kebijakan dan program Walikota yang keliru dari Walikota, ” imbuhnya.
Selanjutnya Noviardi juga menyayangkan Walikota Fasha yang menarik semua pos belanja dari pinjaman ke SMI untuk membangun proyek – proyek yang kurang strategis bagi penyiapan tenaga kerja di Kota Jambi.
“Program pembangunan yang sebenarnya bisa menyerap tenaga kerja tak dilakukan, seperti pelatihan, pendampingan dan permodalan. Jika pun ada dari segi frekuensi dan besaran sangat tak memadai, efeknya itu pengangguran di Kota Jambi meningkat,” tegasnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) Pada 2021 kemarin, angka pengangguran terbuka berada di 10,6 persen. Biasanya angka penganguran di Kota Jambi tidak pernah sampai dua digit. Sayangnya masalah ini tidak coba di jawab dengan program dan anggaran yang memadai.
“Infrastruktur itu tidak selamanya berdampak langsung oleh pada tumbuh ekonomi termasuk salah satunya lapangan pekerjaan, infrastruktur bukan program substitusi langsung penurunan pengangguran, perlu desain ulang pada bentuk dan sasaran dari yang terlalu berorientasi proyek kepada padat karya berbasis kompetensi lokal. Jangan uang APBD yang kerja justru tenaga kerja luar Jambi, ini problem, kekeliruan dasar dalam membelanjakan anggaran,” tandasnya. (*)
Discussion about this post