JAMBI – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tebo masih menunggu putusan kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) atas Kasus yang menjerat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tebo, Syamsu Rizal alias Iday.
Kasasi itu dilakukan, karena Kejari Tebo berpendapat ada beberapa kekeliruan yang dilakukan majlis hakim dalam menilai fakta persidangan. Terutama terkait penilaian alat bukti oleh majlis hakim.
Terkait persoalan ini, Aktivis Lingkungan Jambi, Ketua Lembaga Penyelamat Lingkungan Hidup, Robet SamosirĀ menyebutkan, bahwa kasus pengrusakan hutan yang dilakukan Anggota DPRD ini jelas jelas sudah salah, dan melawan pemerintah.
Dirinya juga mempertanyakan soal vonis bebas dari tuntutan yang dilayangkan. Kejari Tebo pun melayangkan Kasasi ke Mahkamah Agung dan masih menunggu putusan dari MA.
Robet menilai, bahwa kasus ini sudah menjadi perhatian dirinya. “Kami aktifis lingkungan akan mepertanyakan ini ke MA, dan mempertanyakan kasus ini ke Kementrian, serta ke Presiden,” ungkap Robet Ketua Lembaga Penyelamat Lingkungan Hidup.
“Kita tidak mau si pelaku pengrusakan hutan ada main mata sama pihak Hukum apalagi hari ini yang bersangkutan telah menjabat sebagai sekertaris partai Demokrat provinsi Jambi, Kasasi akan kita kawal,” singkatnya.
Sekedar informasi, Kasi Pidum Kejari Tebo, Yoyok Ado Saputra mengatakan, pihak masih menunggu putusan kasasi MA. “Belum keluar, kita masih menunggu putusan MA,” kata Yoyok, Selasa (8/3).
Yoyok menyebutkan, apabila hasil kasasi itu sudah keluar, maka pihaknya akan segera merilis putusannya. “Nanti akan kita rilis putusannya,” ungkapnya.
Dari pihak Kejari Tebo mengatakan, dalam persidangan pihaknya berpendapat bahwa ada beberapa kekeliruan yang dilakukan majelis hakim. “Yang paling urgen, penilaian alat bukti yang dilakukan majelis hakim kita berbeda pendapat,” kata dia.
“Majelis hakim berpendapat pembuktian alat bukti adalah (hanya) pembuktian alat bukti formil. Sedangkan kita ketahui asasnya untuk persidangan pidana itu adalah pembuktian materil,” tambah pihak Kajari beberapa waktu yang lalu.
Diungkapkan, pada persidangan putusan majelis hakim mengatakan alat bukti yang diajukan tidak sah. Seperti bukti elektronik atau SMS yang ada di handphone terdakwa.
“Itu Terdakwa sendiri yang menyerahkan ke penyidik dan Terdaka menyatakan itu benar,” ungkapnya.
Ada perbedaan sudut pandang antara penuntut umum dengan majelis hakim. Dimana, barang bukti yang dianggap tidak sah seperti rekening koran.
Majelis hakim berpedapat, rekening koran bisa didapat harus sezin OJK. Namun menurut Imran, rekening koran itu diserahkan sendiri oleh Terdakwa.
“Kalau alat bukti itu dinilai menurut kami sangat tidak yuridis jika dipandang Terdakwa ini tidak melakukan perbuatan,” bebernya.
Pada waktu persidangan, terdakwa Syamsu Rizal mengakui diri punya lahan. “Kami tidak akan berdebat lebih jauh. Kita akan coba yuridisnya. Dituangkan di memori. Kami harap hakim agung bisa menilainya lebih objektif,” katanya.
Diungkapkan, Syamsu Rizal merupakan terdakwa ketiga pada perkara lainnya. Dua orang lainnya sudah dinyatakan bersalah.
“Dua orang itu yang dibiayai, diperintahkan untuk menebang pohon di kawasan hutan. Yang diputus bebas itu yang menikmatinya. Aktor intelektualnya,” kata dia.
Penuntut umum sebelumnya menuntut Syamsu Rizal dengan hukuman 3 tahun dan 4 bulan penjara serta denda Rp 1 miliar. Syamsu Rizal dijadikan tersangka pada kasus perusakan hutan di Desa Suo Suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo. (*)
Discussion about this post