Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
Menarik mengamati segala dinamika, eskalasi dan konsolidasi kekuasaan kubu – kubu politik Jambi hari ini. Meski ada yang mengatakan Pemilihan Gubernur 2024 masih lama. Tapi sejatinya soal waktu itu relatip, tergantung bagaimana persiapan dilakukan. Politisi yang tanpa persiapan akan menilai waktu selalu panjang, sementara yang berhitung dengan waktu telah memulai perencanaan.
Pilkada 2024 bukanlah waktu yang lama untuk dinanti, sekarang saja sudah tengah 2022, sebentar lagi tahun 2023, lalu Februari 2024 sudah Pemilu, lalu setelahnya Pilkada. Termasuk perhelatan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Bagi partai politik dan para awaknya, fase demi fase ini harus disiapkan, segala lini mulai diaktifkan dan berbagai strategi mulai dijalankan. Memotret berbagai persiapan inilah saya nilai coba rangkum sebagai tulisan tentang kubu kekuasaan di Pilgub Jambi 2024.
Banyak yang menilai saat ini ada dua nama yang mencuat untuk calon Gubernur Jambi 2024. Pertama, tentu saja sang Petahana Al Haris dan yang Kedua, Sy Fasha Walikota Jambi. Ke dua nama ini blok elektoral yang kuat dan paling siap untuk bertarung. Lalu, blok yang ketiga, siapa ? Jawabanya anti tesis dari ke dua orang ini, ceruk atau celah yang tak mampu di isi oleh keduanya.
Kenapa demikian ? Selaku petahana Haris diuntungkan, karena apapun kerjanya akan menjadi sorotan publik. Jika kerjanya dirasakan masyarakat dan meyakinkan. Ditambah jaringan pendukung yang militan, tim yang relatip tak banyak berubah, sang Gubernur tetap saja calon terkuat untuk Pilgub 2024.
Hanya saja, meski bisa diperdebatkan, hari ini publik mulai bertanya pada kinerja sang Gubernur, mau dibawa kemana Jambi ini. Secara jujur masyarakat belum memiliki konstruksi utuh perwujudan Jambi mantap visi beliau sebagai Gubernur, seperti apa, barang apa, seberapa, dimana dan kapan program Jambi mantap itu. Hari ini kita tak pernah tahu. Masih meraba – raba tak terukur.
Menilai ini, secara bergurau teman mengatakan ada indikator baru yang dikembangkan Gubernur Jambi tentang pembangunan. Indikator apa itu ? Tak lain mendatangkan para menteri dan presiden ke Jambi. Setidaknya bagi Gubernur Haris ini suatu hal yang penting. Oke lah, jika itu dinilai prestasi, kita hanya bisa menunggu tindak lanjutnya.
Lalu, Sy Fasha, pasca gagal nyalon karena ditinggal beberapa partai pengusungnya, Walikota Jambi ini segera berbenah dengan menjadi Ketua Partai Nasdem. Tentu kini, modal awal dukungan telah dimiliki kontraktor sukses tersebut.
Lalu, secara persepsi Fasha juga diuntungkan karena kota Jambi merupakan destinasi orang kabupaten kota, sehingga apa saja yang ia lakukan akan mudah dilihat orang. Meski dalam kacamata warga kota yang dilihat hanya bilboard besar berisi wajah gantengnya, atau lampu kelap – kelip di malam hari atau cat warna – warni yang enak dipandang mata.
Namun, orang luar dari kabupaten kota tetap melihat ini sesuatu yang hebat bahkan kagum. Mereka yang datang itu tak pernah tahu derita sebagian orang kota akan genangan air atau bahkan banjir di Kota Jambi saat hujan tiba. Mereka juga tak tahu keluhan warga miskin mengeluh karena minimnya bantuan sembako dan uang tunai saat Covid 19, akibat minimnya anggaran yang dialokasikan sang penguasa kota itu, dibandingkan kabupaten kota lain.
Tentu juga kesamaan antara Gubernur Al Haris dan Walikota Sy Fasha selaku pemimpin. Apa itu ? Tak lain dugaan tentang gaya komunikasi mereka yang terisolasi lingkaran dalam, atau lebih tepatnya mengisolasi diri dalam blok kecil kekuasaan tim sukses dan oligarki. Terlepas benar atau salah, setidaknya masyarakat merasakan hal itu.
Padahal penelitian menyebutkan, hari ini kekuatan besar politik dikendalikan oleh gaya komunikator politik (elite opinion dan attentive public), kekuatan besar leader itulah yang disebut opini publik.
Bahkan Arbi Sanit mengatakan opini ini secara struktural ditentukan dari kaum elit yang porsinya disekitar 3-5 persen penduduk yang kritis.
Siapa mereka tak lain akademisi, aktivisi, wartawan, NGO dan mahasiswa. Jadi, jika para elit Jambi tidak membuka diri pada mereka, tentu akan menyulitkan mereka secara opini publik, kepercayaan sosial yang tergerus karena empati yang rendah.
Dari gaya komunikasi ke dua pemimpin Jambi ini, tentu membuka peluang figur lain muncul sebagai blok kekuasaan alternatip di Provinsi Jambi untuk Pilgub 2024 nanti.
Provinsi Jambi, strategi politik Kepala daerah hari membentuk kecendrungan untuk tampil menjadi ketua partai politik di tingkat provinsi.
Pertanyaanya, target politik apa yang dikejar para kepala daerah itu, seperti Fadhil Arief Ketua PPP dan Mashuri Ketua Demokrat, mengambil partai ?
Jawabannya, dengan memiliki partai mereka memiliki nilai tawar dan kuasa untuk ikut menentukan terbentuk koalisi calon Gubernur dan Wakil Gubernur mendatang termasuk penentuan calon bupati dan walikota di 2024 nanti.
Tentu diluar nama – nama itu masih banyak nama lain, yang bisa diperhitungkan, sebut saja Edi Purwanto Ketua PDI – P, Sutan Adil Hendra Ketua Gerindra, Bakri Ketua PAN, Syofian Ali Ketua PKB, dan nama Wakil Gubernur Abdullah Sani.
Para kepala daerah lain juga memiliki kekuatan yang tak bisa di anggap enteng. Sebut saja Bupati Tanjabtim Romi Haryanto, selain bupati dua periode, sosok Romi dikenal gaul dan diterima. Lalu ada nama Adirozal Bupati Kerinci, terakhir ada nama Masnah Busro Bupati Muaro Jambi dan Cek Endra dan Bupati yang juga harus diperhitungkan.
Kenapa Cek Endra, bukankah tanggal 5 Mei 2022 ini beliau tak lagi menjabat ke Bupati Sarolangun ?. Tunggu dulu, ini bukan masalah kekuasan kepala daerah yang melekat pada mereka, tapi lebih pada ruang persepsi yang tak mampu di isi oleh Haris dan Fasha. Apa itu ? Gaya komunikasi yang bisa diakses semua.
Pasca Pilgub 2024 yang dimenangkan Al Haris, Cek Endra dalam kapasitasnya ketua DPD Golkar Jambi masih memilihara hal yang paling esensi dalam teori politik. Apa itu, tak lain komunikasi dengan siapa saja. Komunikasi bagi petinggi politik sesuatu yang sulit, karena komunikasi harus diikuti dengan berbagi, sesuatu yang sulit dilakukan penguasa hari ini.
Komunikasi dan mau berbagi ini sesuatu yang subjektip untuk dinilai, namun bisa diverifikasi dari pelaku silahturahmi pihak yang mengalami. Hebatnya, komunikasi yang dilakukan Cek Endra mampu menembus batas – batas kelompok kecil dilingkaran dalamnya, bahkan dosisnya melebihi saat ia menjadi calon Gubernur lalu. Jika komunikasi dengan tim sukses, rekanan oligarki kekuasaan hal yang lumrah, tapi berkomunikasi dengan kelompok biasa dan proletar adalah luar biasa.
Terkait ini, kebetulan minggu kemarin, ada sekelompok anak muda dari Brawijaya yang penelitian untuk tugas kuliah di Jambi. Salah satu penelitian mereka menyoal tentang pilihan warga dalam event politik ke depan.
Mengejutkan, ketika cuplikasi data primer mereka mengarah pada rerata jawaban positip pada Cek Endra, sekilas saya nilai masih menyamai perolehan dua penguasa, baik Haris atau Fasha. Tanda apa ini ? Menurut saya ini indikasi bahwa Cek Endra masih berpeluang untuk menjadi blok ketiga di Pilgub 2024 nanti.
Terakhir, saya teringat kata teman dulu, tentang, Herman Deru di Sumsel dan Khofifah Jatim yang juga pernah kalah, tapi hari ini mereka menang. Dan ketika saya amati kekalahan mereka dulu tak diikuti gaya komunikasi yang menutup diri. Komunikasi yang membuka peluang mereka di masa depan. SALAM.***** Peneliti LKPR
Discussion about this post