Oleh : Perkumpulan Elang Nusantara
Jambi – Pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Impor Ilegal yang mana mereka telah menyita ribuan bal pakaian hingga barang elektronik bekas yang dikirim dari luar negeri dengan dokumen tidak lengkap di berbagai daerah di Indonesia.
Satgas itu terbentuk berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 932 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor yang ditandatangani Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan pada Kamis, 18 Juli 2024 dan mulai berlaku di hari yang sama hingga hingga 31 Desember 2024.
pembentukan satgas tersebut memiliki urgensi tinggi. Industri tekstil Indonesia sedang terdampak membanjirnya produk impor yang masuk secara ilegal. Hal itu mengakibatkan banyaknya pabrik tekstil yang tutup, tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerjanya, hingga turunnya pemasukan negara, anggota Satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal berasal dari 11 kementerian dan lembaga.
Mereka adalah Kementerian Perdagangan; Kejaksaan Agung; Kepolisian Republik Indonesia; Kementerian keuangan; Kementerian Perindustrian; Kementerian Hukum dan HAM; Badan Intelijen Negara; Badan Pengawas Obat dan Makanan; Badan Keamanan Laut TNI AL; dinas-dinas yang membidangi perdagangan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota; serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia.
Satgas tersebut memiliki tiga tujuan utama yaitu:
1. Menciptakan langkah strategis dalam pengawasan dan penanganan masalah impor.
2. Menciptakan koordinasi antarinstansi yang efektif dalam pengawasan barang tertentu yang diberlakukan tata niaga impor.
3. Menjalin komunikasi serta informasi antarinstansi terkait dalam pengawasan dan penanganan permasalahan impor.
Barang yang telah disita oleh satgas tersebut dipastikan tidak memenuhi kepatuhan dalam importasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan barang impor diatur dalam Pasal 102 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, yaitu: “Setiap orang yang mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana Penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
Barang impor ilegal ini disebut mematikan industri tekstil dalam negeri dan usaha mikro kecil menengah (UMKM), karena banyak beredar di Indonesia dan diperjualbelikan di e-commerce.
Kalau hal ini tidak di bereskan, maka industri dalam negeri tidak akan tumbuh, pusat-pusat perdagangan juga akan hancur, UMKM kita juga akan terdampak, sebagai tindak lanjut pengawasan, satgas menyita dan memusnahkan barang impor ilegal itu.
Di jambi hari ini, pemain barang ilegal inisial B dan D masih bebas merdeka, mereka seolah-olah tidak tersentuh hukum di Jambi, bayangkan dalam waktu satu bulan saja mereka mampu mengedarkan ribuan karung-karung ball bekas import tersebut, bahkan salah satu informasi yang kami dapat, barang itu mereka didistribusikan hingga ke luar provinsi Jambi dengan skala yang cukup besar.
Sesuai dengan instruksi kementerian perdagangan, yang menjadi titik fokus untuk penindakan adalah mereka yang memiliki gudang, kami tidak melihat adanya pergerakan dari aparat penegak hukum maupun satgas yang telah dibentuk oleh pemerintah pusat hingga ketingkatan daerah, khusus nya di jambi, tentu saja hal ini sudah mencederai hukum di negara kita.
Mereka terang-terangan melakukan praktik melawan hukum, seolah para penegak hukum di Jambi ini lemah takberdaya di hadapan mafia-mafia tersebut, kami mendorong kapolda Jambi khususnya diskrimsus polda jambi untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap gudang B dan D ini, yang berlokasi di daerah Simpang Rimbo.
Penjualan barang-barang impor ilegal ini menghindari pajak dan bea masuk yang seharusnya masuk ke kas negara, dampaknya pendapatan negara menurun, menghambat pembangunan infrastruktur, dan program-program sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Hasil investigasi yang kami lakukan di lapangan lebih tepatnya di Simpang Rimbo, bahwasanya mafia-mafia ini memiliki rumah dan ruko yang dijadikan gudang penyimpan ribuan ball, rata-rata karung besar berisi pakaian bekas, baju, sepatu hingga barang-barang elektronik yang diselundupkan secara ilegal.
Menurut keterangan yang kami dapatkan dari salah satu narasumber yang juga merupakan penjual lapak di pinggir jalan, barang-barang itu masuk dari negara Singapore Thailand dan Vietnam, masuk ke Jambi melalui jalur laut.
Gudang B dan D ini kami temukan di wilayah kota jambi, pemilik gudang ini tidak menjual barang-barang tersebut secara eceran, seperti pedagang lain yang ada di pasaran di kota jambi.
Namun B dan D hanya mendistribusikan barang tersebut secara besar-besaran dengan karung besar yang dikenal dengan sebutan bal, dan barang kampitan atau barang dengan ukuran yang lebih kecil.
Kami telah mengantongi nama pemilik gudang tersebut, dan jaringan mereka yang berada di luar kota Jambi, kami menduga bahwa mereka merupakan sindikat yang cukup besar, kami juga telah melakukan pemetaan serta nanenandai tiap titik lokasi yang dijadikan gudang penyimpanan barang ilegal dengan pemilik yang berbeda, juga dilengkapi dengan bukti berupa dokumentasi dan rekaman suara.
Hingga saat ini barang-barang import ilegal tersebut masih bebas beredar di pasaran Jambi, barang tersebut didistribusikan melalui jalur darat dan jalur laut, persoalan ini tentunya juga akan kita laporkan ke mabes polri dan melayangkan surat aduan resmi pada satgas yang sudah dibentuk oleh pemerintah dan 11 elemen lembaga pemerintahan dan penegak hukum di Indonesia.
Discussion about this post