Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
TERDAPAT banyak tantangan dihadapi dr. Herlambang, Sp. OG. KFM Direktur RSUD Raden Mattaher yang baru. Salah satunya hal mendasar, Direktur yang baru harus mengembalikan ruh rumah sakit untuk bergerak pada pelayanan, jangan jadikan rumah sakit sebatas mesin birokrasi atau kompetisi para dokter dan karyawan dalam memainkan orientasi pribadinya menomorduakan pelayanan.
Mewujudkan layanan seorang direktur harus mampu mengkoordinir yang heterogen ini agar dapat maksimal dan semakin profesional.
Seorang direktur adalah pemimpin semua awak rumah sakit, semua bagian harus dianggap penting, jangan sekali – kali direktur malah sibuk hanya memfasilitasi para spesialis, melupakan karyawan lain.
Direktur baru harus sadar, bahwa rumah sakit terdapat beragam orang dengan berbagai latar belakang. Direktur sebagai pimpinan harus bisa menjadikan yang beragam tersebut menjadi satu kekuatan yang saling melengkapi.
Misal, kinerja tenaga kesehatan tentu tak akan maksimal jika kondisi rumah sakit tak bersih. Hal itu tentu perlu peran petugas kebersihan. Artinya, biarpun sekedar petugas kebersihan juga memiliki peran besar agar pelayanan berjalan baik. Artinya, butuh peran pimpinan untuk mengatur beragam SDM di dalamnya.
Karena harapan masyarakat akan layanan dari RSUD Raden Mattaher sudah di batas ambang bawah kepuasan. Menjawab ekspetasi ini seharusnya menjadi perhatian dari seorang Direktur baru. Menjawab harapan tidak mengenal kata baru dilantik, justru karena baru pula kita mengingatinya, agar ada perubahan.
Dalam hal ini kata kuncinya, koordinasi dan konsolidasi internal adalah tugas rutin yang menjadi tantangan kepemimpinan dr. Herlambang untuk menjalankan satu visi dan misi maupun inovasi mengotimalkan sumber daya medis dan sarana prasarana yang dimiliki.
Namun Faktanya hari ini konsolidasi itu belum tuntas dilakukan, maka wajar inovasi layanan belum tampak. Maka, wajar pula jika publik bertanya ? Apa perubahan yang sudah dilakukan Direktur baru atau minimal rencana perubahan berupa gagasan aplikatif yang tersosialisasikan ?
Sebagai pejabat publik yang baru dilantik, saya sarankan dr. Herlambang harus terbuka akan masukan bawahan, ia juga harus terbuka pada masyarakat baik itu mitra, wartawan hingga staf. Jangan para pihak ini dianggap pihak yang menakutkan.
Dalam berbagai kasus manajemen, banyak pimpinan takut untuk menghadapi masalah organisasinya, sampai jika ke kantor harus menumpang di lain ruangan, disalah satu Kabagnya, bahkan sampai ada kejadian seorang pemimpin, membawa kunci ruangannya sendiri sampai Cleaning Service (CS) tidak bisa menyapu ruangan.
Dr. Herlambang selaku direktur harus memiliki prioritas apa yang mau di kerjakan, sebagai pejabat yang dipilih Gubernur, ia harus memperlihatkan nyali untuk melakukan perubahan, bukan sebatas mencariĀ “selamat dan aman” dan tanpa memikirkan pelayanan terhadap masyarakat. Dalam point ini sang Direktur harus berani mengambil resiko, memperbaiki tata kelola manajemen secara layanan maupun keuangan.
Di awal masa jabatannya, Direktur RSUD harus kita ingati, dari hal yang paling disorot publik, berupa keluhan masyarakat, akan padatnya ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), sehingga banyak pasien mengantre hingga berjam-jam.
Temuan Ombudsman Perwakilan Provinsi Jambi tentang laporan masyarakat mengenai kurang baiknya pelayanan RSUD Raden Mattaher setidaknya bisa dijadikan rujukan.
Rumah Sakit merupakan pelayanan dasar yang dibutuhkan masyarakat. Untuk mendapatkan pelayanan, jangan sampai masyarakat harus menunggu berjam-jam, bahkan ada yang tidak mendapatkan kepastian pelayanan dari dokter.
Dalam hal ini Direktur Rumah Sakit Raden Mattaher harus faham bahwa pelayanan di rumah sakit itu wajah Jambi. Kalau buruk pelayanannya, maka dinilai buruk pemerintahan di bawah pimpinan Gubernur.
Informasi yang sekarang beredar di warung-warung kopi, Kondisi RSUD Raden Mattaher tentang adanya hutang obat sekitar 22 milyar yang belum dibayar. Infonya sebagai Direktur baru belum mau membayar hutang obat, sehingga bagian Farmasi mengeluhkan layanan yang terhambat karena obat. Padahal BPK dan Inspektorat sudah mengintruksikan untuk dibayar.
Sikap ini perlu digaris bawahi, jangan sampai stok obat di RSUD sempat mengalami kekosongan, lantaran belum terbayarnya tagihan milyaran rupiah.
Selama ini rumah sakit Raden Mattaher mengandalkan pemasukan dari BPJS Kesehatan, pasien covid, asuransi dan dari pasien umum yang digunakan operasional, bahan habis pakai, obat, makan minum pasien dan lainnya.
Bila salah satu dari pembayaran tersebut macet, maka yang lain harus menutupinya. Ini ranah kebijakan yang harus berani dilakukan Direktur. Sebab kewajiban manajemen RSUD memastikan pelayanan berjalan dengan baik. Sehingga manajemen sebaiknya jangan memperhitungkan lagi asal dananya, terpenting obat-obatan tetap ada dan operasional berjalan.
Tapi sayang selaku Direktur dr Herlambang tidak melakukan itu, bahkan ia terlihat belum punya nyali bahkan ketakutan untuk mengambil resiko. Akibatnya obat banyak yang dilock alias kosong. Sehingga banyak pasien banyak komplain terhadap kondisi tersebut.
Selanjutnya masalah yang juga harus menjadi perhatian sang Direktur RSUD Raden Mattaher adalah jasa medis untuk tenaga kesehatan di RSUD belum dibayarkan dari bulan Maret sampai sekarang.
Setiap bulan, para tenaga medis yang terdiri dari dokter spesialis, perawat, serta pegawai lainnya menerima tunjangan jasa pelayanan terhadap pasien. Besarnya bervariasi tergantung jabatan dan jumlah pasien yang ditangani, tergantung jumlah pasien departemen masing-masing.
Kalau penyakit dalam jasa pelayanannya tinggi. Soalnya dalam sehari bisa menangani sampai puluhan bahkan ratusan pasien. Untuk kasus ekslusif, misalnya, dokter telinga, hidung, tenggorokan (THT) lebih kecil.
Terdapat ratusan orang yang bekerja di RSUD Raden Mattaher yang sampai saat ini belum menerima jasa pelayanan. Untuk itu, Direktur RSUD harus berkomitmen bekerja menyelesaikan ini. Jika tidak ia akan kesulitan memperoleh dukungan moral dari staf yang ia pimpin. ***Penulis adalah Pengamat Publik dan Akademisi***
Discussion about this post